Sunday, May 14, 2006

The Power of Siplicity

Mencari penyelesaian masalah ruwet dengan cara simpel

Mestinya aku tidak perlu heran jika YMPI mendatangkan konsultan dan pakar manajemen untuk mencari cara agar Assalaam dapat kembali sukses mengungguli lembaga pendidikan lain. Ditengah jumlah santri yang menurun tidak seperti saat jayanya dulu. Banyak lembaga juga melakukan hal yang sama. Dan selalu ada pakar dan konsultan yang bersedia datang dengan berbagai resep canggih berbiaya mahal.

Menurut Sculley bahwa pesatnya perkembangan teknologi (Flashdisc 500 Gb), kemudahan komunikasi (pake HP 4G), kompleksitas perekonomian global (sulitnya menebak naik turunnya dolar), dan laju bisnis yang semakin cepat (Honda meluncurkan Avanza dan puluhan merk lain sementara mobnas Timor hilang dari muka bumi), telah menciptakan lingkungan yang menumpulkan pikiran orang-orang. Orang-orang sepertinya jadi semakin malas berfikir.

Menurut Jack Trout sebenarnya tidak serumit itu permasalahannya. Hanya saja terlalu banyak orang di luar sana (yg tidak tahu benar permasalahan) yang membuat segala sesuatu menjadi rumit. Dan media masa menurutku semakin membuat segala permasalahan menjadi semakin tampak gawat dan rumit.

Dalam buku ‘The Power of Siplicity’, Trout berusaha mencari esensi dari masalah dan cara mengatasinya dengan cara sederhana dan efektif. Di sepanjang buku ditampilkan kata-kata pilihan dari para pemikir terkemuka yang menghadapi masalah dengan cara sederhana.

Tajam tur kejam
Bacaan baruku ini agak beda dengan bacaanku sebelum-sebelumnya. Buku loak yang kubeli dengan harga 15.000 ini memuat banyak bantahan terhadap buku-bukuku yang lain. Karena bukuku yang lain itu komplek and canggih (alias ruwet), sedang The Power of Siplicity adalah buku yang menentang keruwetan.

Bayangkan 7 Habbit Steven Covey yang kukagumi di kritik. Ini gara-gara menurutnya masalah sederhana yang sebetulnya ditawarkan tapi dikemas Covey menjadi ruwet. Dan tentunya jadi kelihatan canggih. Pengkotbah Tony Robbin dan Norman V Peale juga tak lepas dari kritiknya. Aku sempat gemes juga sebab aku pernah ngefan sama bukunya Peale tahun akhir 80-an seperti buku Berjiwa Besar atau buku You Can If You Tink You Can. Buku-buku itu sempat menjadi pelecut semangatku untuk merubah diri.

Menurut Trout ini tidak berati setiap konsultan yang menulis buku itu buruk. Peter Drucker adalah salah satu yang Trout suka karena kejernihan pikiran yang disampaikan. Tapi karena terlalu bayak 'RobinHood' lain yang berusaha merampok si kaya (ide besar) maka ia jadi kritis terhadap konsultan-konsultan bisnis yang kebanyakan ngawur. Hanya jual kerumitan dan slogan-slogan kosong. Kalau mau lebih serius menelaah para guru manajemen, pengkotbah dan penceramah New Age ini bisa dirujuk buku The Witch Doctors karya John Miclewai.

Demikian banyak nasehat Trout yang bersikap kejam. Melawan basa-basi. Dan sedikit sinis. Kayaknya sinkron dengan buku sebelumnya Marketing Welfare. Buku Trout yang menganalogikan stategi pemasaran yang berhasil adalah strategi perang. Untuk menang perang ya harus efisien dan kejam.

Simplisity dalam menulis
Dalam menulis Jack Trout memberikan tips. Yang esensi dari menulis adalah sampainya ide. Jadi jangan diperumit dengan tambahan kata-kata yang semakin membingungkan. Kalimat pendek. Bahasa mengobrol. Pakai kata yang familier. Gunakan istilah yang dikenali pembaca. Jangan mengulang-ulang tapi manfaatkan keragaman secara penuh. Menulis itu mengekspresikan sesuatu bukan untuk mengesankan.

Para pemikir besar seperti Boris Pasternak dengan Dr Zhivago, Imam Al Ghazali dengan Ihya Ulumuddin meramu pembahasan yang begitu dalam dengan kalimat-kalimat sederhana. Buku-buku Fiqh kontemporer laris karangan DR Yusuf Qordowi yang membahas persoalan berat juga menjadi mudah ditangkap karena menggunakan kalimat sederhana yang mudah dipahami.

Pakailah teorinya Robert Gunning tahun 50an yang merumuskan Gunning Fog Index. Hitung jumlah kata dalam kalimat. Jika rata-rata kalimat menggunakan terlalu banyak kata maka fog indeknya jadi besar. Jika panjang suku kata dalam kata yang dipilih terlalu panjang, alamat fog indeknya besar. Dan bila fog indeknya semakin besar berarti pembaca akan semakin kesulitan memahaminya.

Untuk penulisan yang jernih gunakan nasehat Bill Moyer: Kosongkan ransel anda dari semua kata sifat, kata keterangan dan anak kalimat yang akan membebani langkah anda (dalam menyampaikan ide). Memang biasanya tambahan kata-kata itu hanya membuat bertele-tele dan terlihat keren. Sayang maksud yang disampaikan malah tidak tercapai.

Begitulah kiranya resensi buku The Power of Simplicity ini juga harus berhenti. Agar simpel dan tidak kehilangan fokus. Wallah.

1 comment:

kodokijo said...

Wah kalo saya sih selalu pake Ilmunya Mbah Purdi Chandra...nulis yah nulis ajah gak pake mikir gak pake teori..hehehe salam kenal mas!