Tuesday, May 31, 2005

Negasi Sumbangsih Peradaban Muslim

Sumbangan Peradaban Islam pada Dunia

Menjalankan syariat Islam harus dilandasi dengan ilmu atasnya, ‘La diinan liman la aqla lahu’. Tanpa pengetahuan maka amal ibadah menjadi sekedar taklid buta, tidak tahu benar atau salahnya. Pentingnya ilmu menjadi sentral dalam ajaran Islam. Dalam Islam, pengetahuan harus didapat dengan kesederhanan dan kerendahan hati. Karena semua ilmu milik Allah semata maka pencarian ilmu harus merupakan upaya untuk menambah ketundukan kepada sang Pencipta bukan malah menjadi kesombongan.

Sikap genuin kerendahan hati inilah yang juga mendasari bangunan peradaban umat Islam. Sebagian besar prinsip Islam dirancang untuk menghacurkan monopoli dan menumbangkan kekuasaan otoriter dan membentuk kesetaraan dan persaudaraan. Penggerak penyebaran peradaban Islam bukan faktor penguasaan wilayah, pemaksaan, perampokan atau monopoli serta keotoriteran. Penyebaran Islam dan prinsip-prinsipnya yang agung menjadi hanyalah soal waktu.
Pada masa Umar bin Khottob kaum muslim sudah menyebarkan Islam dari Libya sampai Afganistan dan dari Armenia sampai Sind dan Gujarat (Pakistan/India). Masa Utsman bin Affan, Islam meluas sampai Spayol dan China. Abad keemasan peradaban muslim dimulai dengan bangkitnya dinasti Abbasiah pada tahun 750 M. Lima abad kekhalifahan Abbasiah melahirkan para jenius Islam.

Penekanan Al Qur’an pada keutamaan mencari ilmu pengetahuan menjadi pendorong dan kekuatan utama masyarakat muslim membangun peradabannya. Pada abad itu sekitar 500 disiplin ilmu pengetahuan telah dipelajari dengan intensif. Menyerap pengetahuan dari peradaban lain seperti peradaban Mesir kuno, Babilonia, Yunani, India, China, dan Persia dengan menterjemahkan naskah-naskah dari peradaban lama tersebut ke dalam bahasa arab.

Kemudian dimulailah kerja panjang penyaringan, analisis, penyerapan, kritik, diskusi dan debat dalam upaya pengembangan ilmu pengetahuan. Pengembangan ini menemukan momentum lewat ditemukannya media buku pada akhir abad ke-9, setelah kaum muslim mendapatkan cara membuat kertas dari orang China. Saat mesin cetak belum ditemukan Guttenberg peradaban muslim membangun industri pengetahuan dengan memunculkan profesi warraq. Warraq adalah mesin fotocopy berwujud manusia yang mampu menyalin lembaran buku dengan cepat dan akurat. Peran waraq ini sangat besar dalam melancarkan lalu lintas ilmu pengetahuan dan memunculkan para kolektor buku. Para ilmuan yang sekaligus biasa mengkoleksi buku ini kemudian membuat indek materi buku dan menyusun buku-buku agar mudah dicari dan dipelajari. Pemerintah menyediakan anggaran yang cukup untuk membangun perpustakaan besar yang berisi ribuan naskah untuk dimanfaatkan oleh masyarakat luas.

Klasifikasi materi buku-buku di perpustakaan besar memunculkan berbagai karya refferensi dan karya bibliografi. Karya ensiklopedi pertama adalah buatan Ikhwan Ash shafa tahun 983 M tetapi Marshal Cavendish-lah 800 tahun kemudian yang dianggap sebagai penemu ensiklopedia hanya karena ia bangsa barat dan menyusunnya dalam bahasa Inggris. Ilmu pengetahuan yang maju, peradaban yang tinggi dan perpustakaan besar dengan beribu-ribu buku telah menarik begitu banyak ilmuan dari seluruh penjuru dunia tak terkecuali ilmuan Barat yang sengaja belajar ke pusat-pusat peradaban Islam tersebut. Pada gilirannya para ilmuan Barat yang pulang kembali ke negrinya menjadi sebab munculnya renaisance di Barat.

Peradaban Muslim sebagai Pemicu Renaisance Barat
Renaisace Barat dipicu pertama kali dengan kemunculan teori helio sentris (teori matahari sebagai pusat tatasurya) oleh Galileo menumbangkan pendapat umum geosentris (bumi sebagai tatasurya). Sungguhpun patut diduga Galileo sebenarnya hanyalah mengambil pengetahuan dari ilmuan Muslim seperti Al Battani yang telah menyimpulkan gerak rotasi bumi yang menimbulkan efek gerak semu harian matahari. Atau lima ratus tahun sebelum Galileo menyimpulkan teorinya, Al Biruni dengan teropongnya bahkan sudah mampu membuktikan orbit planet-planet yang mengelilingi matahari bersesuaian dengan gerak rotasinya. Ide helio sentris ini di Barat telah memaksa pandangan gereja yang menyatakan bumi sebagai tatasurya (Geosentris) harus ditinjau ulang. Reaksi pihak gereja yang menghukum Galileo dengan memaksanya minum racun justru menimbulkan simpati pada para ilmuan dan otoritas gereja sebagai sumber kebenaran saat itu menuai badai gugatan. Sejak saat itulah reanaisance bergulir di luar kendali gereja.

Bahwa bangsa Barat yang kristen berhutang sangat besar pada peradaban Muslim adalah kenyataan yang tidak dapat dipungkiri, namun banyak usaha untuk menyingkirkan, menghapus, melupakan dan menegasikan pengaruhnya dilakukan secara sistematis oleh pihak Barat. Berikut berbagai capaian peradaban tinggi ilmuan muslim dan upaya Barat menegasikan pengaruh ilmuan muslim pada khususnya dan pengaruh peradaban Muslim pada umumnya sehingga tidak lagi tampak dan dihargai sumbangsihnya.

Negasi Pengaruh Ilmuan Muslim oleh Barat

Lembaga universitas atau jam’iyah dan jabatan profesional dalam ilmu adalah temuan muslim. Pengangkatan atau wisuda seorang murid yang telah menyelesaikan pendidikan dan lulus ujian telah menjadi tradisi sejak didirikan universitas tertua di dunia Al Azhar di Kairo yang menandakan sang murid sudah berhak untuk menjadi muallim (pengajar). Sampai sekarang tradisi mengenakan baju toga saat diwisuda sesungguhnya memang merupakan pakaian khas para muallim Islam zaman dulu. Namun sekarang ilmuan Muslim dianggap ilmuan kelas dua karena diragukan tingkat objektifitas keilmuannya, diragukan keilmiahannya hanya karena masih menganut Islam dengan Al Qur’an sebagai kitab rujukannya.

Methode ilmiah adalah sumbangan peradaban Islam terbesar pada pengembangan ilmu pengetahuan. Dalam laporan laboratorium Al Battani (w.929M), Al Biruni (w.1048M) dan Ibnu Haitsam (w.1039M), kita bisa jumpai penjelasan dan penggunaan methode tersebut. Tapi yang dianggap penemu methode ilmiah adalah Roger Bacon karena ia mensekulerkan ilmu pengetahuan dengan methode ilmiah tersebut.
Di bidang matematika, Al Khwarizmi (w.850) menemukan algoritma (diambil dari namanya) dan aljabar (dari judul bukunya Kitab Al Jabr wa Al Muqobbala), 300 tahun kemudian dunia Barat mengenal angka nol dan mengadopsi angka arab dan meninggalkan sistem angka romawi yang rumit. Sunguhpun kini aljabar dan algoritma wajib diajarkan, tak ada sejarah yang diajarkan di kelas sekedar menuliskan nama Al Khwarizmi sebagai penghormatan.

Di bidang karya sastra, dongeng Alf laila wa lailah (kisah seribu satu malam) sebenarnya bukan mahakarya sastra, meskipun diakui sebagai karya seni dengan kreatifitas isinya yang tinggi, tetapi salah satu tokohnya Abu Nawas (w.810) lebih terkenal karena anekdot dan kelucuannya dari pada filsafat dan kearifannya. Ibnu Thufail (w.1185) adalah pengarang novel-novel filsafat yang paling dini. Karyanya Risalah Hayy Ibnu Yaqzan (Kehidupan Ibnu Yaqzan) banyak dijiplak dan cerita Robinson Crusoe karya Dafoe adalah adalah tiruan rasis darinya. Tentu saja Dafoe yang lebih terkenal di dunia sastra Barat.

Model orbit planet Copernicus yang kemudian dirumuskan dengan baik oleh Kelpler dalam Hukum Kepler I, II dan III sejatinya telah dihasilkan dari laboratorium di Maraga oleh ilmuan seperti Al Tusi (w.1274 M) yang kemudian diteruskan oleh Ibnu Asy Syatir (w.1375 M) di Damaskus.

Ibnu Al Haytsam (w.1039 M) mempelopori penelitian tentang optika. Eksperimennya menggunakan lebih dari 27 jenis lensa. Roger Bacon, Leonardo da Vinci dan Kepler bahkan mungkin Newton telah mengambil inspirasi bahkan menjiplak dari bukunya Kitab Al Manazhir (Kamus Optik). Sebab teori tentang mata yang bukan sumber cahaya (mirip kesimpulan Newton yang menggugurkan pendapat Euclid dan Ptolomy), hukum refleksi dan refraksi (yang lebih terkenal dengan hukum Snellius) serta pertambahan ukuran bintang dekat zenith sesungguhnya telah dirumuskan dengan baik oleh Ibnu Al Haytsam lewat berbagai eksperimennya.

Belum lagi ilmu kedokteran. Dunia patut berterimakasih pada Ibnu Sina (lidah bangsa Barat menyebutnya dengan Ave Sena) yang telah menulis Kitab Qanun fi At Tibb yang berisi berbagai jenis penyakit dan pegobatannya secara komprehensif. Buku tersebut menjadi acuan selama beberapa abad kemudian dan diajarkan kepada seluruh calon-calon dokter pada saat itu. Sampai akhir abad ke-19 tingginya ilmu pengetahuan kedokteran sumbangsih para dokter muslim terlihat saat para calon dokter di Prancis harus mendapatkan surat izin praktek dari Kepala Dokter Muslim di Tunisia. Tapi kemudian pemerintah kolonial Prancis melarang keras tindakan tersebut. Eropa berusaha menghapuskannya dengan alasan mengangapnya rendah hanya karena dokter mereka harus merunduk ke Tunisia yang Islam.

Hancurnya Pusat Peradaban Muslim di Baghdad dan Granada
Kota Baghdad sebagai pusat peradaban Islam di timur menjelang keruntuhannya merupakan pusat ilmu pengetahuan dan teknologi. Sayangnya banyak pejabat pemerintahan yang nepotis, korup dan tidak lagi mempunyai kedisiplinan yang tinggi serta digerogoti intrik politik perebutan kekuasaan telah melemahkan sendi-sendi kekuatan pemerintahan. Pasukan muslim yang terus menyebar ke berbagai penjuru dunia justru melemah di pusat pemerintahan.

Pada tahun 1258 M kelemahan ini terbaca oleh pemimpin pasukan suku barbar dari Mongol Hulaghu Khan cucu keturunan Kubilay Khan yang ahli menggendarai kuda. Dengan strategi menyerang dengan cepat dan ganas menggunakan pasukan berkuda langsung menuju pusat kota dan menghancurkan apa saja yang di temui, Hulaghu berhasil menaklukkan pemerintahan Baghdad yang memang sudah keropos. Konon sejarah menuliskan bagaimana darah pembantaian membasahi sepanjang jalan-jalan kota Baghdad. Juga bagaimana gedung perbendaharaan dijarah lalu dibakar tak terkecuali ribuan buku-buku perpustakaan yang terkumpul berabad-abad dibakar dan dibuang di sungai di kota Baghdad sehingga airnya berubah menjadi hitam karena tercemar tinta selama berhari-hari. Selanjutnya kehancuran kota Baghdad sebagai pusat peradaban menjadi awal sejarah kelam kemunduran peradaban Islam. (Dan sejarah kelam ini berulang saat pendudukan pasukan Amerika dan sekutunya di Baghdad saat ini?).

Kerajaan Muslim di Eropa pada masa kejayaannya juga mempunyai permasalahan yang sama. Kemakmuran yang melimpah membuat gaya hidup bermewah-mewahan para penguasanya. Pasukan Muslim kehilangan kekuatannya karena intrik politik dan perebutan kekuasaan di kalangan keluarga kerajaan. Tahun 1492 M pusat kekhalifahan Muslim di Eropa yang dipimpin oleh Boadbil pangeran Moor dari Granada di Spanyol kalah dalam perang salib dan berlutut dihadapan pemimpin pasukan salib King Ferdinand. Saat itu ribuan umat Islam dibantai (ethnic cleansing) oleh pasukan salibis dan diusir dengan perlakuan lebih kejam dari pada yang diterima Yahudi. Kejayaan kerajaan Muslim 800 tahun di Eropa dimusnahkan sampai tidak tersisa sama sekali kecuali tinggal bekas-bekas dan kisahnya saja. Dan umat Islam di Eropa khususnya di Spayol kini tinggal minoritas yang tidak lagi berpengaruh.

Strategi Kolonialisasi dan Imperialisasi Barat

Untuk menaklukkan negri lain Barat tidak hanya membutuhkan kekuatan senjata dan jumlah pasukan yang banyak. Untuk itu dikobarkanlah Perang Salib atau Crusade untuk menjadi alasan suci mereka menyerang dan menghancurkan negri-negri musuh yang Islam agar mereka dapat menyebarkan injil keseluruh penjuru dunia. Diperlukan pula alasan yang dapat membenarkan untuk menjajah dan dengan berdalih bahwa Barat memiliki peradaban maju dan Timur adalah bangsa biadab maka Prancis, Inggris dan Belanda sukses menanamkan kekuasaannya dengan menyebarkan mental inferioritas jajahan dan superioritas penjajah. Strategi penjajah dengan memecah-belah wilayah dengan adu domba kemudian dikuasai sedikit demi sedikit diterapkan di Mesir, India sampai di Indonesia. Strategi militer mereka menghalalkan segala cara dan penuh kelicikan serta penciptaan ketakutan dengan menyebar teror kekejaman kepada negri penentang.

Fourier menuliskan ekspedisi Napoleon yang memimpin pasukan Prancis sebagai berikut: ‘Orang teringat akan kesan yang timbul di seluruh Eropa oleh berita yang mencengangkan bahwa Prancis telah menginjakkan kaki di Timur… Proyek raksasa ini direncanakan dengan diam-diam dan dipersiapkan dengan kegiatan dan kerahasiaan yang sedemikian rupa sehingga kewaspadaan musuh kita terkecoh… Negri (Mesir) yang telah memindahkan ilmu pengetahuannya kepada begitu banyak bangsa lain ini sekarang telah tenggelam (hancur) dalam kebiadaban…’

Arogansi dan Hipokrasi Barat

Sebagai bangsa yang cepat perkembangan industrinya karena ditopang imperialisme yang merampok bahan baku dari negri jajahan, bangsa Barat memandang Timur (Islam) dengan sebelah mata. Sikap arogan ini menjadi wajar mengingat masa sebelumnya mereka bangsa tertinggal dan kemudian bangkit dan berhadapan dengan peradaban lama dengan semangat kedengkian. Dengan semangat inilah maka banyak ‘pencuri peradaban’ tiba-tiba mengaku sebagai penciptanya. Sikap hipokrit ini termasuk di dalamnya dengan penjiplakan karya ilmuan muslim secara diam-diam kemudian mengakuinya sebagai karya sendiri. Mereka lebih suka berpura-pura berpaling ke Yunani sebagai sumber peradaban mereka sambil berdalih untuk mengingkari pengaruh peradaban Islam. Mereka lebih menghargai pendapat Aristoteles atau Plato misalnya dari pada Ibnu Rursd (yang dibaca Ave Rose oleh lidah Barat) yang mampu membantah pandangan filosofisnya.

Mereka menyanjung Markopolo sebagai penjelajah dunia Timur meskipun banyak jalan yang dilalui Markopolo telah dirintis oleh Sinbad sang pelaut Muslim zaman Abbasiah. Dan penjelajahan laut dengan kapal seperti yang dilakukan Markolopo tak akan terjadi tanpa menggunakan astrolab planisferis temuan Al Fazari (w.790 M) yang dapat menentukan lokasi dengan tepat lewat kedudukan rasi bintang sebagai penunjuk jalan.

Bungkusan Orentalisme

Oreintalisme diciptakan awalnya untuk mempelajari dunia timur oleh pendeta-pendeta Barat. Tentu dengan presepsi negatif karena Islam dipandang sebagai musuh mereka, terutama musuh agama mereka. Pada kenyataannya orientalisme secara sepihak mendefinisikan segala hal dari Timur (Oriental) dengan cara Barat agar Barat dapat mempelajarinya dan akhirnya dapat menguasainya. Menurut Edward Said dalam bukunya The Orientalism, bahwa pada dasarnya orientalisme merupakan satu doktrin politis yag ditetapkan terhadap Timur karena (saat itu) Timur lebih lemah dari pada Barat.

Dengan berdalih objektifitas maka Barat dengan leluasa memberikan penafsiran bebas nilai, bebas maksud (bahkan hanya berdasarkan sentimen yang ngawur) dengan tidak menganggap Timur sebagai subyek yang punya suara dan pendapat terhadap diri sendiri. Sering dengan penyederhanaan yang gegabah dan terminologi yang di paksakan, Barat telah memandang Timur dengan salah dan dengan sangat merendahkan penuh fitnah. Seribu satu cara digunakan untuk mendiskreditkan Islam dan umatnya. Diperkirakan sekitar 60 ribu buku tentang Timur telah ditulis antara tahun 1800 sampai dengan 1950 yang dapat menjustifikasi betapa Barat berusaha menguasai seluk beluk Timur yang benar dan salahnya menurut kacamata mereka sendiri.

Dewasa ini orientalisme berkembang sedemikian rupa hingga diterbitkannya buku dari model mengolok nabi Muhammad SAW dengan fitnah seperti Satanic Versesnya Salman Rushdie yang jika ditilik pada sejarah, karya ini mirip Book of Daniel karangan Paul Alvarus (w.859 M), ataupun sikap kecurigaan dan kehawatiran model Islamic Invasion atau The Clash of Civilization karya Samuel P Huttington dan yang terbaru kritikan pedas model Islam Unveiled atau Islam ditelanjangi karya Robert Spencer.

Demikian banyak upaya Barat dari dulu sampai sekarang berusaha menghapuskan kecemerlangan Islam. Namun demikian mereka tidak akan pernah benar-benar bisa memadamkan api itu dan suatu saat nanti api kecemerlangan itu akan timbul kembali bersama dengan kebangkitan umat Islam yang kita tunggu-tunggu.(Ars)

Refferensi:
·Edward Said; The Orientalism, Pustaka, 1996
·Mahdi Gulsyani; Filsafat Sain Menurut Al Qur’an, Mizan, 1998
·Robert Spencer; Islam Ditelanjangi, Paramadina, 2002
·Ziauddin Sardar; Mengenal Islam for Beginner, Mizan, 1998

No comments: