Artikel ini adalah draft saat saya diminta oleh mahasiswa UMS untuk membedah buku Kado Buat Sahabat karangan Izzatul Jannah. Pengarangnya sendiri, bu Intan Savitri, berhalangan hadir karena ortunya sakit maka Istri saya diminta menggantikan. Selanjutnya Istri malah melempar ke saya, walaah
Di antara beberapa buku karangan Izzatul Jannah buku ini termasuk yang dibuat berseri. Tidak kurang dari 5 buku karangan penulis produktif ini dibuat berseri dibawah Eureka lini penerbit Era Intermedia. Formatnya yang mungil pas di saku (baik bentuk maupun harga) buat para remaja yg jadi sasaran pembaca. Gaya bahasa yg ringan n gaul dipilih tanpa kehilangan bobot isinya. Beliau adalah pendiri Forum Lingkar Pena atau FLP Solo dengan produktifitas tulisan yang luar biasa. Kita tahu kalau Indonesia masih tergolong rendah dalam baca tulis. Pada tahun 1996 jumlah buku yg terbit hanya 6.000 judul padahal penduduk Indonesia sudah mencapai 200 juta, kalah jauh dibandingkan dengan Amerika dengan 100.000 judul dan Inggris 61.000 judul. (Kompas, 25 September 1996). Namun demikian perkembangan FLP dengan genre buku novfis untuk teenlit yang awalnya digagas Helvy Tiana Rosa ini cukup menggembirakan. Puluhan ribu penulis baru muncul dengan ribuan judul buku telah terbit sampai saat ini.
Kado Buat Sahabat ini awalnya dibuat penulis untuk mengisi rubrik majalah Karima (alm) saat beliau aktif sebagai Pimred. Karena sayang jika hilang begitu saja maka diterbitkanlah menjadi serial buku tentunya dengan format dan tampilan yang lebih keren. Contohnya pada pembukaan buku yang dibuka dengan kartun. Wow… sesuatu yg bisa dibilang sangat inovatif pada jamannya. Komik dan tulisan diramu jadi satu.
Yang membuat bacaan Teenlit ini patut dibaca dan dikoleksi adalah kentalnya ajaran Islam yg menjadi pijakan. Islam adalah solusi kehidupan terpapar dengan cerdas. Misalnya di Bab 1 memuat tak kurang dari 10 ayat dan hadits. Ayat dan hadits disandingkan dengan kata-kata bijak bernas lainnya. Tampak latar belakang penulis sebagai aktifis harokah mewarnai buku karangannya ini. Tetapi meskipun begitu, materi berat disusun dengan ramuan kata-kata gaul pas buat remaja. Sedemikian khas racikannya sehingga unik dan sulit untuk ditiru begitu saja oleh penulis-penulis lain.
Saya pernah diminta membuat karangan yang ditujukan untuk santri-santri yg juga remaja. Ternyata tidak mudah menyusun karangan seperti gaya Izzatul Jannah. Apa yang saya hasilkan cenderung menjadi bacaan ‘dewasa’. Gayanya lebih mirip seseorang sedang memberi ceramah. Atau lebih tepatnya karangan gaya pidato seorang guru agama dimimbar yg lupa bahwa apa yang ia sampaikan bergaya menggurui. Jadi saya sangat menyadari betapa tidak mudah membuat bacaan untuk remaja apalagi jika isinya harus tetap berbobot.
Menurut arikel yang pernah saya temui di internet untuk mencapai ketrampilan penulis heboh semacam itu diperlukan sejumlah prasyarat dan sikap mental tertentu:
1. Keingintahuan dan Ketekunan:
Sebelum memikat keingintahuan pembaca, penulis harus terlebih dulu "memelihara" keingintahuannya sendiri akan suatu masalah. Mereka melakukan riset, membaca referensidi perpustakaan, mengamati di lapangan bahkan jika perlu melakukan eksperimen di laboratorium untuk bisa benar-benar menguasai tema yang akan mereka tulis. Mereka tak puas hanya mengetahui hal-hal di permukaan, mereka tekun menggali. Sebab, jika mereka tidak benar-benar paham tentang tema yang ditulis, bagaimana mereka bisa membaginya kepada pembaca?
2. Kesediaan untuk berbagi:
Mereka tak puas hanya menulis untuk kalangan sendiri yang terbatas atau hanya untuk pembaca tertentu saja. Mereka akan sesedikit mungkin memakai istilah teknis atau jargon yang khas pada bidangnya; mereka menggantikannnya dengan anekdot, narasi, metafora yang bersifat lebih universal sehingga tulisannya bisa dinikmati khalayak lebih luas. Mereka tidak percaya bahwa tulisan yang "rumit" dan sulit dibaca adalah tulisan yang lebih bergengsi. Mereka cenderung memanfaatkan struktur tulisan sederhana, seringkas mungkin, untuk memudahkan pembaca menelan tulisan.
3. Kepekaan dan Keterlibatan:
Bagaimana bisa menulis masalah kemiskinan jika Anda tak pernah bergaul lebih intens dengan kehidupan gelandangan, pengamen jalanan, nelayan dan penjual sayur di pasar?
Seorang Soe Hok Gie mungkin takkan bisa menulis skripsi yang "sastrawi" jika dia bukan seorang pendaki gunung yang akrab dengan alam dan suka merenungkan berbagai kejadian (dia meninggal di Gunung Semeru).
Menulis catatan harian seraya kita bergaul dengan alam dan lingkungan sosial yang beragam akan mengasah kepekaan kita. Kepekaan terhadap ironi, terhadap tragedi, humor dan berbagai aspek kemanusiaan pada umumnya. Sastra (novel dan cerpen) kita baca bukan karena susunan katanya yang indah saja melainkan karena dia mengusung nilai-nilai kemanusiaan.
4. Kekayaan Bahan (resourcefulness):
Meski meminati bidang yang spesifik, penulis esai yang piawai umumnya bukan penulis yang "berkacamata kuda". Dia membaca dan melihat apasaja. Hanya dengan itu dia bisa membawa tema tulisannya kepada pembaca yang lebih luas. Dia membaca apa saja (dari komik sampai filsafat), menonton film (dari India sampai Hollywood), mendengar musik (dari dangdut, nasyid sampai klasik). Dia bukan orang yang tahu semua hal, tapi dia tak sulit harus mencari bahan yang diperlukannya: di perpustakaan mana, di buku apa, di situs internet mana saja.
Menurut Hernowo: Intelektual Indonesia itu sebenarnya hebat. Mereka pandai ngomong dan, kadang, memiliki banyak sekali gagasan. Sayangnya, mereka tak piawai menulis. Ketakpiawaian menulis ini menyebabkan gagasan-gagasan hebat milik mereka mudah terbawa angin dan akhirnya tidak mampu memberdayakan mereka. Kalau toh kemudian mereka menulis, maka tulisan mereka kering dan tidak mudah dibaca oleh sebagian besar masyarakat Indonesia.
Friendship’s Kudo
Tema yang diangkat adalah seputar persahabatan atau Friendship sangat lekat pada dunia remaja. Menurut psikolog, remaja tidak lepas dari peer group. Remaja akan lebih terbuka dengan teman dari pada dengan orang tua apalagi guru. Teman yang sangat akrab atau sahabat biasa menjadi tempat curhat. Tak jarang tidak adalagi rahasia di antara sahabat. Khususnya buat cewek maka kebutuhan tempat curhat ini sudah seperti makanan pokok.
Sahabat bisa ditemukan dari sekolahan maupun di kampung. Biasanya karena ada kesamaan dan interaksi yg intent. Persahabatan masih bisa dijalin meski saling berjauhan.
Jaman dulu ada sahabat pena. Persahabatan yg dijalin dengan surat-suratan. Kemudian muncul HP maka digunakanlah sms untuk bertukar kabar dan segera disusul videophone menggunakan 3G. Di era internet ada email dan yg terakhir ada ☺Friendster. Jaringan pertemanan di dunia maya yg sedang ngetren abis. Sampai-sampai kita bisa berteman kepada seseorang yg sama sekali belum pernah bertemu. Perkembangan teknologi menciptakan kemudahan dan alternatif dalam berhubungan satu dengan yg lain. Pada satu sisi teknologi merupakan solusi berbagai permasalahan tapi ia juga menyimpan permasalahan pada sisi yg lain.
(Nasehat Uncle Ben kepada Spiderman sebelum meninggal)
Masalahnya persahabatan yg dijalin kadang justru mendatangkan masalah pelik. Tak jarang bukan kebaikan tapi justru kemadhorotan yang didapat. Kurangnya pertimbangan dan terlalu emosi menjadi dasar kecerobohan. Karena tidak obyektif lagi seseorang bisa membela sahabatnya dalam segala tindakan dan pilihannya. Bahkan sahabat akan dibela meski melakukan kesalahan. Kalu yg begini bukan tipe sahabat yg baik lho…
Persahabatan juga bisa menjerumuskan seseorang kepada kehancuran jika ia tidak pandai memilih pergaulan. Untuk itu ada rambu-rambu yang harus dipatuhi. Dan ajaran Islam telah memberi resep yg tak pernah ketinggalan zaman. Menurut sabda Nabi:” Seseorang itu sejalan dan bergaya hidup seperti sahabatnya, maka hati-hatilah dalam memilih sahabatnya”. Dalam hadits lain beliau menyampaikan:”Sebaik-baik sahabat adalah apabila engkai khilaf maka ia akan mengingatkanmu, dan apabila kamu ingat ia akan membantumu”.
No comments:
Post a Comment