Setelah heboh dengan kemunculan ChatGPT yang dianggap dapat menjawab pertanyaan apapun dengan cerdas, muncul pertanyaan: seberapa otoritatif jawaban dari ChatGPT? Apakah pendapat ChatGPT selalu benar dan dapat dipercaya?
Ini menjadi masalah besar khususnya jika orang awam mencoba bertanya ke ChatGPT tentang masalah hukum Islam. Karena bisa saja jawaban yang diberikan salah. Hal ini dapat disebabkan oleh formulasi pertanyaan yang salah atau kurang spesifik, masalah yang ditanyakan terlalu kompleks, atau karena ChatGPT tidak memiliki data yang cukup tentang ilmu agama secra mendalam karena tidak dibuat khusus untuk itu. ChatGPT tidak dimaksudkan untuk menggantikan Kiyai atau ulama ahli agama.
Masalah ini saya alami sendiri dengan mencoba bertanya tentang hukum menunda haji bagi yang mampu. Jawaban yang diberikan secara umum adalah tidak dianjurkan. Namun, dalam kasus di Indonesia, seorang jamaah haji yang sudah mendaftar dan siap melunasi biaya ONH yang tergolong mampu secara fisik (sehat) maupun finansial, menunda pergi haji dapat dianggap haram atau paling tidak makruh. Hal ini karena penundaan pergi haji bagi yang mampu seperti ini sangat berisiko dan dapat dipertanyakan keimanannya.
Tidak ada salahnya untuk mencari jawaban soal syariat Islam melalui ChatGPT, asalkan kita menyadari bahwa ChatGPT adalah model kecerdasan buatan yang dikembangkan oleh manusia dan tidak memiliki kemampuan untuk memberikan jawaban yang benar 100% tentang masalah-masalah agama. ChatGPT dapat digunakan sebagai alat bantu untuk mencari informasi tentang syariat Islam, namun jawaban yang diberikan harus diperiksa kembali oleh seorang ulama atau pakar agama yang berwenang sebelum diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Disinilah pentingnya ngaji ke ulama atau Kyai. Sebagai alternatif, kita dapat mencari jawaban dari sumber-sumber yang terpercaya seperti kitab-kitab klasik, fatwa dari ulama yang diakui, atau situs-situs web yang dikelola oleh organisasi agama yang diakui.